Indahnya Bekerja di Sekolah Multikultural

Waktu pertama kali memakai jilbab, ada seorang teman yang heran kok saya bisa pakai jilbab di sekolah? Bukankah sekolah tempat saya mengajar itu sekolah Kristen? Jawabannya bisa, lha wong sekolahannya bukan khusus agama Kristen, melainkan sekolah umum.


Sebenarnya saya nggak akan bahas masalah agama, melainkan tentang bagaimana perasaan saya bekerja di sekolah yang multikultural. Yang terbiasa mengikuti aktivitas saya di media sosial (@meifariwis) pasti sudah tahu kalau mayoritas murid-murid di sekolah adalah anak keturunan dari berbagai suku, ras, dan agama.


Kebanyakan mereka adalah berdarah Chinese, namun ada pula yang dari berbagai daerah, bahkan ada murid yang berasal dari luar negeri seperti Jepang, Malaysia, India, dan Korea. Untuk memersatukan mereka, sekolah memberlakukan bahasa Inggris sebagai alat komunikasi.

Sedangkan kalau untuk guru sendiri kebanyakan sih orang Indonesia asli. Tapi juga ada yang dari Filiphina (Mr Ruel dan Ms Libay). Kalau kami (guru-guru) sudah berkumpul, biasanya akan ada 5 kubu.

Guru-guru yang berasal dari berbagai suku, ras, dan agama

😆Kubu pertama, Jawa. Saya termasuk dalam kubu Jawa. Ada beberapa guru yang memang asli suku Jawa, seperti Jogja, Solo, Surabaya, dan Semarang. Terkadang kami suka mengobrol pakai bahasa Jawa. Apalagi kalau lagi ngegosip, andalah kami pakai bahasa Jawa biar orang-orang nggak ngerti artinya, hahaha.

😆Kubu kedua adalah Sunda. Berhubung sekolah kami ini berada di lingkup Jawa Barat otomatis bau-bau Sunda juga terasa dong ya. Apalagi sejak ada mata pelajaran Sunda di sekolah, saya jadi tahu arti “Wilujeng Enjing, sabaraha, dll”. Kubu Sunda ini, kalau udah saling ketemu mereka akan memakai bahasa versi mereka sendiri. Jangan tanya saya ngerti apa nggak, jawabannya NGGAK NGERTI SAMA SEKALI.

😆Kubu ketiga adalah Batak. FYI, kebanyakan guru-guru di sekolah adalah orang Batak (banyakan Batak apa Jawa ya? Au ah). Pokoknya ada beberapa guru yang mereka ini memiliki suku Batak. Kata orang wataknya keras, tapi nggak kok, mereka baik semua. Yang keras malah suara sama ketawanya hahaha. Kalau suku Batak ini ngumpul, mereka juga akan memakai bahasa Batak yang hanya mereka dan Tuhan yang ngerti artinya.

😆Kubu keempat adalah Mandarin. Ini sih hanya guru-guru Mandarin aja yang bisa ngomongnya. Kalau misal mereka lagi ngomongin serius dan bersifat rahasia, mereka akan ngomong pakai bahasa Mandarin dan kami semua (non Mandarin) hanya bisa melongo dengar mereka bercakap-cakap.

😆Kubu kelima Indonesia dan Inggris. Karena kedua bahasa ini adalah bahasa sejuta umat, jadi nggak begitu pengaruh sih. Semua orang ngerti artinya, jadi kalau pas ngobrol aman-aman aja.

Itu baru suku ya, belum lagi agama kami. Ada setidaknya 4 agama yang ada di sekolah. Ini termasuk untuk guru dan murid juga sih. Agama tersebut adalah Islam, Kristen, Katholik, dan Buddha. Bahkan setiap sebulan sekali, kami melakukan kegiatan ibadah bersama-sama.

😍 Bagi yang Muslim melakukan sholat Dhuha berjamaah, lalu mengikuti kegiatan kuliah tujuh menit (kultum) dan doa bersama yang dipimpin oleh guru agama.

😍 Bagi yang Kristen / Katholik melakukan ibadah, doa bersama, dan menyanyikan lagu rohani sesuai ajaran yang dianut.

😍  Bagi yang Buddha, mereka melakukan ibadah, meditasi, dan berdoa bersama juga yang dipimpin langsung oleh guru agama Buddha.


Nah, kalau ditanya bagaimana perasaan saya bekerja di sekolah yang memiliki banyak budaya, jawabannya adalah SENANG SEKALI.

Senang karena:

💙 Menghindari Rasisme

Iya, akhir-akhir ini banyak isu sentimen yang mengarah pada rasis. Untungnya hal tersebut tidak berdampak pada sekolah tempat saya mengajar. Meskipun kami datang dari ras yang berbeda-beda, tapi tidak sedikit pun kami menyinggung masalah rasisme. 

Bagi saya, Jawa adalah suku nenek moyang yang paling sesuai dengan tradisi saya pribadi. Tapi bukan berarti Ras dan suku lain nggak bagus, nggak. Kami tetap saling toleransi dan nggak menganggap bahwa suku kami paling te-o-pe-be-ge-te!

💙 Memupuk Sikap Toleransi

Sama seperti halnya rasis, banyak agama juga menjadikan kami untuk saling menghormati kepercayaan masing-masing individu. Setiap ada hari raya besar keagamaan, pasti akan dirayakan oleh guru dan siswa yang bersangkutan. Yang nggak merayakan pun tetap support mereka kok.

Baca juga: Perayaan Imlek dan Christmas Celebration 

💙 Menumbuhkan sifat nasionalisme

Mungkin ini terlihat klise, tapi beneran deh, dengan banyaknya keberagaman di sekolah, saya pribadi malah makin mencintai tanah air (patriotisme). Saya bersyukur berada di lingkungan yang banyak akan budaya karena menandakan keberagaman.

💙 Mengetahui bahasa dan budaya lain

Sebenarnya manfaat ini nggak begitu banyak sih, karena lagi-lagi kemampuan bahasa saya sangat cethek hahaha. Palingan tahu arti "Zao an = selamat pagi", "Wu an = selamat siang", "Xie-xie = terima kasih" hahaha. Tapi lumayanlah ya, meningkatkan kosa kata :p

Siswa dan guru, beda agama, beda suku, beda negara, tapi tetap satu

Makanya saya sangat bersyukur bisa bekerja di sekolah ini, ada banyak hal yang saya dapatkan. Mulai dari sistem pendidikannya sampai dengan budaya yang ada di dalamnya. Seperti semboyan bangsa Indonesia "MESKI BERBEDA-BEDA TAPI TETAP SATU JUA"

Perbedaan itu ada, tinggal bagaimana kita menyikapinya.

Perbedaan itu indah, jika kita saling menghargai.

Perbedaan itu simbol dari keberagaman yang hakiki.

Jadi, mari tetap semangat menjalani hidup meski di tengah perbedaan sekalipun.

Semangaaaat :)

Salam,
+mei wulandari

25 komentar

  1. kereeeen, di tempat ku kayanya belum ada sekolah yang global begitu, Bu Guru pasti senang ya bisa mendampingi murid yang multikultural

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mb seneng banget karena bisa saling menghargai dan anak2nya asyik hahaha

      Hapus
  2. Setujuuuu banget! Perbedaan itu indah dan bisa jadi sumber kekuatan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mb Indah bener bgt, makin bersyukur deh

      Hapus
  3. pasti enak dong ya banyak tahu budaya2 luar.
    tapi jadi lebih ekstra juga dalam mendidik muridnya ya mba, karena pasti beda karakter dari masing2 negara.
    nah itu metode ngajarnya gimana mba ? kan beda2 kepercayaan dan budaya terutama dari luar negri ya. saya jadi pengen tahu. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, kita pelajarannya pakai kurikulum Singapura (yang ampel Inggris) jadi anak2 yg dari luar negeri pun akan paham. Sisanya pakai kurikulum KTSP

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  7. Wah, anak-anak jadi mengerti perbedaan sejak dini ya mba, seru..semoga kompak selalu..itu komen spam apus aja mba..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mb jadi nggak rasis mereka. Udah aku hapus hehehe

      Hapus
  8. Huaaaaa... aku jadi pengen study banding ke sana loooooh...

    BalasHapus
  9. Seneng banget ya mak kalo di sekolah anak-anak diajarkan menerima perbedaan dari lingkungan sekolahnya.. InshaAllah pas besar nanti mereka jadi mudah bertoleransi yaaa

    BalasHapus
  10. Anonim7/01/2017

    Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  11. Anonim7/01/2017

    Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  12. Anonim7/01/2017

    Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  13. Anonim8/02/2017

    Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  14. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  15. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  16. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  17. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  18. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  19. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung, silakan berkomentar dengan sopan ya. Jangan lupa follow ig/twitter juga di @meifariwis