(CHSG) Catatan Hati Seorang Guru

Assalamu'alaikum :)

Yuhui serial #NgobrolAsik kembali lagi. Kali ini saya dan Vindy akan membahas masalah yang ada kaitannya dengan pendidikan. Baru-baru ini berita di media banyak menyoroti mengenai kasus pemukulan seorang guru yang dilakukan oleh orang tua murid di daerah Makassar. Sebagai seorang guru, saya ikut tersentil untuk menuangkan beberapa pendapat. 
Sepertinya dunia pendidikan di Indonesia sedang mengalami masalah yang pelik. Bahwasannya baru beberapa hari yang lalu Menteri diganti lalu muncul gagasan full day school yang menuai pro dan kontra, lalu gagasan tersebut akhirnya dicabut. Banyak sekali masyarakat yang memperdebatkan masalah tersebut. Setelah gaung full day school mulai meredup lalu muncul masalah pemukulan terhadap seorang guru di Makassar. Haduuuuuuw gak kelar-kelar ya???

Sebelum saya memulai segala curahan hati menjadi seorang guru. Izinkan saya untuk mengatakan 1 hal, SAYA ADALAH ORANG YANG MENOLAK KERAS MENGAJARI SISWA DENGAN KEKERASAN (Entah itu mencubit, menampar, menonjok, mendorong, dll). Saya tetap tidak membenarkan sikap guru yang berani main tangan kepada muridnya, apapun alasannya.

Saya selalu ingat salah satu dosen saat kuliah dulu pernah mengatakan "Guru yang sudah hilang kesabarannya lalu main tangan, maka guru tersebut sebenarnya tidak layak untuk mengajar".

"Alah munafik lu Mei, aku dulu sekolah pernah dilempar penghapus sama guru. Gue pernah dicubit, aku pernah dijemur seharian di bawah terik matahari, Saya bahkan pernah ditampar, ditabok pakai penggaris blablabla"

Ya, itu dulu, zaman kita sekolah bukan zaman dimana anak-anak kita sekolah. Kita tidak bisa membandingkan cara mengajar guru zaman dahulu dengan yang sekarang. Anak adalah aset bangsa yang harus dijaga, bukan untuk dihajar. Apalagi sekarang sudah ada UU yang melindungi anak, tidak seharusnya mendidik anak dengan kekerasan.

"Anak mah jangan dimanja, tar dia nglunjak. Masa dipukul guru aja ngadu ke orang tua?"

STOP! Anak manja dan tidak itu bukan sepenuhnya salah didikan guru di sekolah, tapi juga lingkungan dan keluarga. Percayalah, jika guru mendidik tanpa harus babibu pakai tangan pasti hasilnya juga akan baik. Trust me! (karena saya juga guru).

Kembali ke soal jika orang tua murid memukul guru, apakah saya akan terima? Tentu saja tidak. Lha wong saya juga guru masa' mau dipukuli sama orang tua, dicomplain saja tidak mau kok. (Asal saya dalam posisi benar saya akan tetap mempertahankan pendirian).

Hal ini juga menjadi catatan penting buat orang tua siswa, bahwa menjadi guru itu pekerjaan yang berat dan penuh resiko. Tanggung jawab guru di sekolah itu sama halnya tanggung jawab orang tua di rumah. Jadi tidak mungkin seenaknya dalam mengajar.

Meski baru 4 tahun menjadi guru banyak sekali pengalaman disaat mengajar di sekolah, baik dengan rekan sesama guru, siswa, maupun orang tua. Makanya saya sedih saat mendengar ada berita di televisi tentang seorang guru yang dipukuli oleh orang tua siswa. Duh, kok ya sampai segitunya??? Terkadang memang orang tua siswa itu harus banyak memahami peran guru yang super berat ini. Tidak main hakim sendiri dan tidak seenaknya dengan guru. Biar sama-sama saling menghormati.

Guru hanyalah manusia biasa, yang tentu tak luput dari dosa. Saya berharap orang tua siswa juga mengerti akan hal itu.


Bapak ibu orang tua murid yang terhormat, 
Begini pak bu, kami para guru hanya memiliki 1 mulut dan 2 tangan dan harus dihadapkan dengan anak bapak ibu yang jumlahnya ratusan. Kira-kira kami lelah tidak bapak ibu? Tentu saja karena kami juga punya keterbatasan. Coba bayangkan dari pagi sampai sore kami mengajar dari kelas ke kelas yang terkadang tak semulus harapan karena di kelas A anaknya anteng tapi di kelas B berantakan semua tingkahnya. Pusing kami pak, tapi kami tetap tersenyum, tetap melayani dengan sepenuh hati. Percayalah pak bu, meski tugas kami begitu berat kami akan tetap megajar anak bapak ibu itu dengan hati yang tulus.
Bapak ibu,
Sebelum mulai belajar, kami sudah menunggu anak bapak ibu di depan sekolah. Menyalami mereka dan tentunya memberikan senyuman terbaik kami untuk bapak ibu semua. Setelah masuk kelas kami para guru mengajak untuk sharing dan memimpin doa. Untuk apa pak hal itu dilakukan? Supaya anak bapak ibu mengenal arti sopan santun dengan mengajari mereka mengucap salam dan selalu mengawali segala kegiatan dengan berdoa.
Bapak ibu,  
Meskipun kadang kami suka jengkel dengan anak bapak ibu, tapi percayalah kami tidak akan tega menyakiti mereka. Mungkin karena anak murid saya masih SD dan SMP makanya mereka masih lucu-lucunya beda dengan anak SMA yang sudah mulai bertingkah. Tapi percayalah guru tetap akan memberikan kasih sayangnya untuk anak bapak ibu dengan tulus.
Bapak ibu, 
Jangan dikira kami kerjanya cuma duduk dan mengajar. Kami juga seorang pekerja seperti yang lainnya. Kami membuat soal, kami mengoreksi, dan menyelesaikan segala administrasi guru. Meski kadang ada anak ibu yang ganggu, yang minta ini itu, tapi kami tetap sabar. Kami memang harus selalu semangat pak bu.
Bapak ibu, 
Kami juga selalu belajar tentang teknologi, karena kami tidak mau tertinggal jauh dengan anak bapak ibu. Kalau mereka bisa main instagram, facebookan, dan bermain gadget lainnya, kami juga belajar mengoperasikan komputer, memakai proyektor, dan terus mencari referensi tambahan untuk mengajar. Untuk apa pak bu? Untuk anak anda, supaya memiliki pengetahuan yang luas tidak hanya sekedar belajar dari ibu.
Bapak ibu, 
Terkadang saya melihat ada beberapa orang tua yang datang ke sekolah, memberikan kritikan itu wajar tapi mohon dipahami juga bahwa guru juga manusia biasa yang bisa saja keblinger. Contoh sederhana ada anak yang terjatuh tapi guru sedang mengajar tiba-tiba ada orang tua datang mengatakan gurunya tidak becus menjaga murid, anak jatuh dibiarkan saja. Sekali lagi pak bu, mata kami cuma 2, kaki kami 2, yang harus mondar-mandir dan menjaga banyak anak orang.
Bapak ibu yang terhormat, 
Meskipun anak bapak ibu suka membuat kami naik darah, percayalah hati kami sekuat baja. Kami akan berusaha melakukan yang terbaik untuk anak anda. Tapi mari sonsong kerjasama yang baik, saling menghargai, dan melakukan komunikasi yang santun. 
Terima kasih bapak ibu yang sudah mempercayakan anakkya kepada kami para guru. Tapi ketahuilah, moral dan mental anak tidak hanya terbentuk di bangku sekolah, melainkan dari rumah, dari bapak ibu sendiri. Sekali lagi terima kasih kepada bapak ibu, semoga kita bisa menyambut hari dengan kebersamaan, keceriaan, dan canda tawa.

Jadi jika masih ada yang menganggap pekerjaan guru itu hanya remeh temeh, saya bisa jelaskan secara gamblang apa saja yang telah kami lalui. Semoga tidak ada lagi perdebatan antara orang tua siswa dengan guru. Biarlah kejadian yang menimpa guru di Makassar tersebut menjadi sebuah akhir dari ketidakharmonisan antara orang tua siswa dan guru.

Mudah-mudahan dunia pendidikan di Indonesia bisa menciptakan suasana yang paling sesuai dengan keinginan guru, siswa, dan tentu orang tua.

Nah, apa kira-kira pendapat kalian mengenai masalah orang tua murid dengan guru yang sedang jadi trending topic saat ini? Share opini kalian di kolom komentar ya.

Nantikan serial #NgobroAsik selanjutnya :)

Salam,
@meifariwis 

13 komentar

  1. I feel you buguru..aku pun gitu eh..kadang juga dikomplain ini itu..bahkan sering menomor duakan anak sendiri:(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah sama ya mbak, eh aku panggil Chel aja ya kita kan seumuran hehehhe
      Iya kadang anak kita sendiri jadi nomor 2, anak orang di sekolah yang jadi prioritas
      semoga nanti ke depannya guru dan murid bisa saling bersinergi secara positif ya

      Hapus
  2. Harus di baca ini sama orang tua, dan bersyukur aku bac duluan sebelum punya anak.. :D Terima Kasih, Guru...

    BalasHapus
  3. ketika anak sudah beberapa hari tidak sekolah, guru selalu bertanya kepada temannya karena tidak mau terjadi apa 2 dengan muridnya. jika sakit,guru selalu nengok dan memberikan semangat. jadi saya pikir orang tua adalah kunci utama didikan anak,guru hanya orang tua kedua bagi anak. menurut saya solusi Yang paling baik ya para orang tua yang harus benar2 mendidik anak,karena di usia sebelum sekolahlah yang paling baik memberikan pendidikan moral dan sopan santun. itu sih kalo menurut saya mba mei

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul, guru tu sayangnya luar biasa lho sama ank didiknya. Cuma mungkin kadang sering jengkel. Banyak yg ga tau apa yg dirasa guru, hhuuuuuu
      makasih ya sharingnya

      Hapus
  4. i feel u too mba, ortuku juga guru, guru SMK malah yg terkenal anaknya lebih berani2 dibanding anak sekolah menengah pada umumnya.

    mmg mjd guru skrg tantangannya berat ya, dan serba salah. Mau keras salah, gak keras kok ya kadang diremehkan. masa perlu dibuatkan inform concern dulu macem dokter kalau mau ngajar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah makasih mbak
      Iya bener sebenarnya tantangan guru juga berat tapi banyak yg ga paham hohohoooo

      Hapus
  5. aku cinta guruuuuu. makasi ya mba mei udah mendidik anak2 indonesia. kalo aku pribadi lebih suka guru yg ga main tanganlah ya. tp gimanapun aku sadar nanmany jadi guru itu pasti ga gampang jd kalo ada guru yg main fisik aku ga mau jg langsung nyalahin guru langsung. lihat gmn ceritanya dulu. gitulah kira2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mbak, aku juga cinta kamu, eeeh

      Ya guru ada batasan sabarnya mba, tapi aku juga ga setuju kalau guru main tangan

      Hapus
  6. Tepuk tangan buat Mbak Mei!!!
    Mbak, aku salut sama mbak. Berat tapi tetap melaksanakan semua dengan sepenuh hati, karena memang itu tugas mbak sebagai guru.
    Semoga kedepannya orang tua dan guru saling melengkapi untuk mendidik anak

    BalasHapus
  7. Saya kira harus ada pendekatan lebih intens antara orang tua dan guru agar terjalin komunikasi dua arah yang saling menguntungkan, jadi tidak saling mengandalkan satu sama lain tapi saling bekerja sama demi kebaikan anak-anak didik kita...

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung, silakan berkomentar dengan sopan ya. Jangan lupa follow ig/twitter juga di @meifariwis